Teknologi dan
Perkembangan Fisika
Ilmuwan Selidiki Perilaku Aneh
Inti Bumi
Besi adalah salah satu unsur
paling penting bagi inti Bumi. Namun, yang masih menjadi misteri adalah
bagaimana keadaan besi tersebut ketika menghadapi tekanan dan suhu ekstrim di
bagian terdalam Bumi.Para ilmuwan fisika mineral mengembangkan beberapa
rangkaian eksperimen terhadap tekanan tinggi pada level ekstrim. Eksperimen ini
membuat mereka dapat melakukan investigasi terhadap perilaku besi dalam kondisi
yang sama dengan di inti Bumi.Diwartakan Softpedia, Kamis (22/12/2011),
mereka melakukan penelitian itu menggunakan beberapa sampel kecil besi, dan
mengompresnya dalam diamond anvil cell (DAC), yaitu sebuah alat yang terdiri
dari dua buah berlian yang memiliki permukaan datar di bagian bawahnya dan
sisinya satu sama lain diletakkan berlawanan. DAC tersebut digunakan untuk
meniru tekanan besar yang terjadi di dalam inti Bumi. Alat tersebut mampu
bekerja dalam tekanan 1,7 juta kali lebih besar dari tekanan yang ada di permukaan
planet ini.Karakter getaran yang dapat kami ukur pada tekanan luar biasa tinggi
ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tekanan-tekanan ini ada dalam inti terluar
bumi, dan sangat sulit untuk diproduksi ulang lewat sebuah eksperimen, "
kata Jennifer Jackson, profesor fisika mineral dari Caltech sekaligus co-author
penelitian tersebut, yang dilaksanakan di Argonne National Laboratory Advance
Photon Source.Salah satu alasan mengapa memahami inti Bumi merupakan hal
penting adalah karena hal tersebut mungkin saja bisa memberi kita petunjuk,
tentang sesuatu yang terjadi dahulu ketika Bumi pertama kali terbentuk.
Fisikawan
Temukan Alat "Selubung Waktu"
PARIS - Para
fisikawan yang didukung oleh Departemen Pertahanan AS, hari Rabu (4/1/2012),
menyatakan berhasil menemukan sebuah alat yang mampu membuat satu kejadian tak
terdeteksi. Alat yang disebut "selubung waktu" (time cloak) itu
memiliki prospek penggunaan untuk meningkatkan keamanan komunikasi melalui
serat optik.Perangkat, yang masih berada dalam skala laboratorium tersebut,
memanipulasi aliran cahaya sehingga dalam waktu sepersekian detik, satu
kejadian bisa tak terdeteksi. Hasil penelitian itu diterbitkan dalam jurnal
ilmiah *Nature*."Penemuan ini mewakili satu langkah penting ke depan dalam
membuat satu perangkat selubung ruang-waktu," ungkap studi yang dipimpin
oleh Moti Fridman, fisikawan dari Cornell University, New York. Prinsip
dasar alat ini adalah fakta bahwa cahaya bergerak dengan kecepatan yang sedikit
berbeda-beda untuk frekuensi (warna) cahaya yang berbeda. Kecepatan cahaya
warna biru, misalnya, berbeda dengan kecepatan cahaya warna merah.Proses
selubung temporal ini dimulai dengan memancarkan sinar cahaya hijau melalui
kabel serat optik. Sinar tersebut kemudian dilewatkan lensa dua arah yang memecah
cahaya hijau ini menjadi dua cahaya dengan frekuensi berbeda, yakni cahaya
kebiruan yang bergerak lebih cepat, dan cahaya kemerahan yang bergerak lebih
pelan. Perbedaan kecepatan yang sangat kecil ini diperkuat dengan
meletakkan rintangan transparan di lintasan dua berkas cahaya tersebut,
sehingga tercipta jeda waktu yang cukup besar antara dua berkas cahaya. Saat
ini, jeda waktu yang berhasil diperoleh masih sangat kecil, yakni sebesar 50
picodetik (seperlimapuluh juta juta detik).Namun, jeda waktu tersebut sudah
cukup besar untuk menembakkan satu pulsa sinar laser dengan frekuensi berbeda
di antara dua berkas sinar yang lewat tersebut.Setelah itu, kedua sinar biru
dan merah di lewatkan rintangan transparan yang kini akan memperlambat sinar
biru dan mempercepat sinar merah, sehingga dua berkas sinar akan kembali
berjalan dengan kecepatan sama. Sebelum akhirnya dua berkas sinar itu disatukan
kembali dengan sebuah lensa menjadi sinar hijau lagi seperti
semula. Dengan demikian, pengamat di ujung serat optik tersebut tak akan
bisa mendeteksi pulsa sinar laser yang ditembakkan tadi.Menurut pakar optika
Robert Boyd dan Zhimin Shi dari University of Rochester, proses tersebut bisa
dianalogikan dengan arus lalu lintas yang terputus saat ada kereta api lewat di
perlintasan sebidang. Saat ada kereta lewat, pintu perlintasan tertutup,
sehingga arus lalu lintas terputus. Mobil-mobil yang sempat melewati pintu
perlintasan sebelum tertutup akan terus melaju, meninggalkan mobil-mobil yang
harus berhenti setelah pintu tertutup, sehingga menciptakan ruang kosong di
antara dua kelompok mobil tersebut.Namun, setelah kereta lewat dan pintu
terbuka lagi, mobil-mobil di belakang akan menambah kecepatan untuk menyusul
mobil-mobil di depan, sehingga arus lalu lintas akan kembali tersambung.
Pengamat di depan tak bisa mendeteksi bahwa arus tersebut sempat terputus dan
ada rangkaian kereta api lewat di antara dua kelompok mobil. Saat ini,
para ilmuwan tersebut berusaha membuat jeda waktu antara dua berkas cahaya itu
makin lebar, mungkin hingga ke hitungan mikrodetik (seperjuta detik) atau
milidetik (seperseribu detik).Teknik ini akan meningkatkan keamanan komunikasi
melalui serat optik, karena data bisa dikirim dengan cara dipecah menjadi
berkas cahaya berbagai frekuensi yang bergerak sendiri-sendiri dengan kecepatan
berbeda, sehingga akan mempersulit penyadapan di tengah.
Kaca Helm Lindungi Tentara
dari Ledakan
Penelitian baru yang memodelkan bagaimana gelombang kejut (shock wave)
melewati kepala menemukan bahwa penambahan pelindung wajah bisa membelokkan
porsi substansial ledakan yang jika tanpa pelindung tersebut akan dengan mulus
menjangkau otak.Studi ini merupakan bagian dari sejumlah besar penelitian baru
untuk menghentikan cedera otak traumatis. Diperkirakan 1,5 juta orang Amerika
menderita cedera otak traumatis ringan setiap tahun, dan hampir 200.000 anggota
tentara terdiagnosa menderita cedera tersebut sejak tahun 2000,
menurut Armed Forces Health Surveillance Center di Silver Spring,
Maryland. Walaupun tubrukan langsung seperti membenturkan kepala jelas-jelas
dapat mencederai otak, daya yang berlangsung ketika bahan peledak mengirimkan
gelombang kejut melalui kepala lebih sulit untuk dikarakterisasikan.Dalam studi
tersebut, para peneliti yang dipimpin oleh Raúl Radovitzky dari MIT’s Institute for Soldier
Nanotechnologies menciptakan model komputer terperinci kepala manusia
termasuk lapisan lemak dan kulit, tengkorak, serta berbagai jenis jaringan
otak. Tim tersebut memodelkan gelombang kejut dari sebuah ledakan yang diledakkan
tepat di depan wajah dalam tiga kondisi: dengan kepala telanjang, dilindungi
oleh helm yang sekarang digunakan dalam pertempuran, dan dilindungi oleh helm
tersebut dengan tambahan pelindung wajah polikarbonat.Hasilnya menunjukkan
bahwa helm yang digunakan saat ini oleh pihak militer tidak memperburuk
kerusakan seperti yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Akan
tetapi setidaknya dalam hal perlindungan dari ledakan, helm tersebut juga tidak
banyak membantu. Penambahan pelindung wajah akan memperbaiki beberapa masalah,
menurut laporan tim tersebut."Pelindung wajah banyak perperan dalam
membelokkan daya dari gelombang ledakan dan tidak membiarkannya secara langsung
menyentuh jaringan lunak," kata Radovitzky. "Kami tidak mengatakan
bahwa ini merupakan desain terbaik bagi pelindung wajah, tapi kami mengatakan
kita perlu melindungi wajah."Untuk memvalidasi model tersebut, para
peneliti di MIT dan di mana pun juga harus melakukan eksperimen di dunia nyata.
Akan tetapi karya tersebut menunjukkan kelemahan utama pada helm yang digunakan
saat ini."Helm ini tidak didesain untuk menghentikan tekanan gelombang dan
tidak didesain untuk menghentikan peluru," tutur Albert King yang
merupakan direktur Bioengineering Center diWayne State University Detroit.
"Seperti halnya helm American football tidak didesain untuk
menghentikan geger otak tapi untuk menghentikan fraktur atau keretakan
tengkorak."Mendesain helm yang tahan ledakan membutuhkan pengetahuan lebih
baik tentang apa yang terjadi dalam otak ketika disapu oleh ledakan. Para
tentara yang mengalami ledakan acapkali menggambarkan angin atau gelombang yang
membuat mereka melihat bintang-bintang. "Saya pusing," merupakan
laporan yang biasa didengar.Cedera otak traumatis "ringan" yang diakibatkan,
tidak menyebabkan kehilangan kesadaran jangka panjang, dan pemindaian otak
memperlihatkan hasil normal. Akan tetapi melabelkan cedera ini sebagai cedera
ringan merupakan istilah yang tidak cocok, kata Douglas Smith yang merupakan
direktur Center for Brain Injury and Repair di Universitas
Pennsylvania di Philadelphia."Bukan ringan; terminologi itu membuat orang
tersesat," tutur Smith. "Hal tersebut merupakan sesuatu yang serius
yang bisa menyebabkan disfungsi berat."Smith beserta para koleganya mengerjakan
sensor yang bisa ditempatkan dalam helm atau kendaraan dan seperti alat
pendeteksi radiasi yang dipakai oleh para pekerja di pabrik nuklir akan
mengindikasikan eksposur terhadap daya ledakan yang dapat menyebabkan cedera
otak. Sensor tersebut digambarkan dalam sebuah makalah yang akan diterbitkan
di NeuroImage.Walaupun sebuah sensor mengindikasikan eksposur terhadap
daya ledakan, masih belum jelas bagaimana tepatnya daya tersebut menyebabkan
trauma otak. Dalam kondisi sehari-hari, otak secara gampang dapat menahan sedikit
tubrukan. "Jatuhkan diri anda ke kursi maka otak anda akan bergoyang
seperti gel agar-agar," ujar Smith. Namun dalam kecepatan yang sangat
tinggi, sel-sel otak bukannya melonggar tapi bisa retak dan pecah seperti
kaca.Efek jangka panjang dari sel-sel otak yang rusak ini sebagian besar tidak
diketahui. Di samping sakit kepala kronis, pusing dan kesulitan mengingat
kata-kata, penelitian menunjukkan bahwa ketika otak lumpuh walau hanya beberapa
menit, cenderung menimbulkan depresi.Scott Matthews yang merupakan seorang
psikiater di Universitas California, San Diego, yang mempelajari cedera otak
traumatis ringan pada para veteran, memperhatikan bahwa kausalitas tidak dapat
dipastikan. Akan tetapi pada para tentara yang pernah terlibat dalam
pertempuran, dia melihat depresi dua kali sesering pada orang-orang dengan
cedera otak traumatis."Ada bukti yang kian banyak bahwa kehilangan
kesadaran bisa mengubah otak," kata Matthews.Membongkar penyebab serta
efek dan mendesain eksperimen untuk menjelaskan cedera otak traumatis serta
akibat buruknya tetap sangat menantang. Lagi pula menerjemahkan temuan-temuan
signifikan tersebut ke dalam kebijakan yang berarti bisa sama sulitnya. Bahkan
mengimplementasikan sesuatu yang sesederhana helm dengan pelindung wajah
memiliki permasalahan, kata Smith."Bagaimana anda menyebarkan sesuatu yang
seperti itu?" katanya. "Ada hal-hal praktis seperti masalah
temperatur dan kemudian ada keinginan para tentara bisa bertemu dan
bersalam-salaman di pedesaan tanpa terlihat seperti orang luar angkasa
Fisikawan: Titanic Tenggelam
Karena Bulan
SAN
ANTONIO - Satu abad setelah petaka Titanic, para ilmuwan menemukan
penyebab tak terduga atas tenggelamnya kapal tersebut: bulan.Orang yang tahu
sejarah atau sudah menyaksikan film "Titanic" mengetahui bahwa 100
tahun lalu kapal itu tenggelam karena menabrak gunung es.Namun sejak Titanic
tenggelam dan menewaskan 1.517 orang pada 15 April 1912, para peneliti bingung
mengapa Kapten Edward Smith mengabaikan peringatan tentang adanya gunung es di
area pelayaran. Padahal Smith adalah kapten paling
berpengalaman di "White Star Line" dan beberapa kali telah melayari
jalur laut Atlantik Utara.Dia ditugasi melakukan pelayaran perdana Titanic
karena dia pelaut yang berpengetahuan luas dan penuh kehati-hatian. Donald
Olson, fisikawan dari Texas State University yang menjadi bagian tim astronomi
forensik yang meneliti peran bulan, punya penjelasan baru tentang keberadaan
gunung es di jalur pelayaran Titanic."Koneksi lunar ternyata bisa
menjelaskan bagaimana gunung es yang luar biasa banyak ada di jalur yang
dilalui Titanic," kata Olson kepada Jym Forsyth dari Kantor Berita
Reuters.Menurut dia, tipe gunung es Greenland yang ditabrak Titanic umumnya
terjebak di perairan dangkal Labrador dan Newfoundland, dan tidak bisa
melanjutkan bergerak ke selatan sampai mereka cukup meleleh untuk mengapung
kembali atau air pasang membebaskan mereka.Jadi bagaimana sebegitu banyak
gunung es bisa mengapung sangat jauh sampai ke selatan di jalur pelayaran di
selatan Foundland malam itu?Tim Olson menyelidiki spekulasi ahli kelautan
mendiang Fergus Wood bahwa pergerakan bulan mendekati bumi yang tidak biasa
pada Januari 1912 mungkin menghasilkan air pasang tinggi sehingga gunung-gunung
es bergerak lebih jauh dari biasanya sampai terpisah dari Greenland dan
mengapung sampai ke jalur pelayaran. Olson mengatakan sebuah peristiwa
"sekali seumur hidup" terjadi pada 4 Januari 1912, ketika bulan dan
matahari berbaris sedemikian rupa sehingga gravitasi mereka saling menarik.Pada
saat yang sama, pergerakan bulan mendekati bumi pada saat itu mencapai posisi
terdekat selama 1.400 tahun dan berada di posisi itu dalam enam menit
bulan purnama. Di atas semua itu, gerakan bumi mencapai titik terdekat
dengan matahari dalam satu tahun hanya terjadi hari sebelumnya."Konfigurasi
ini memaksimalkan tenaga pasang bulan di samudera bumi. Itu luar biasa,"
kata Olson.Penelitian Olson menunjukkan bahwa untuk mencapai jalur pelayaran
pada pertengahan April, gunung-gunung es yang tertabrak Titanic pasti merupakan
patahan dari Greenland pada Januari 1912. Air pasang tinggi akibat
kombinasi aneh kejadian astronomi, kata dia, sudah cukup bisa menghalau
gunung-gunung es dan memberi mereka cukup kemampuan untuk mengapung sampai ke
jalur pelayaran pada April.Sebelumnya tim Olson sudah mencoba menggunakan pola
air pasang untuk menentukan kapan tepatnya Julius Caesar menduduki Inggris dan
membuktikan legenda bahwa Mary Shelley terinspirasi sinar terang bulan purnama
melalui jendelanya saat menulis cerita gotik klasik "Frankenstein."Tim
peneliti Titanic mungkin bisa membenarkan Kapten Smith -walaupun sudah dua abad
terlambat- dengan menunjukkan bahwa dia punya alasan untuk bereaksi sambil lalu
pada laporan keberadaan es di jalur pelayaran kapal.Pada saat itu dia tidak
punya alasan untuk percaya bahwa gunung es di depannya sebanyak dan sebesar
itu, kata Olson
Fisika Batik, Upaya
Memopulerkan Motif Batik
SETELAH sofware batik,
kini giliran Anda menikmati para ilmuwan menuangkan ide kreatifnya dengan
fisika batik. Seperti apa?Keindahan motif batik yang terdapat di Indonesia
merupakan salah satu wujud karakter bangsa yang harus dipertahankan. Menyelami
ribuan motif batik yang berada di pelosok Nusantara, menggugah pemikiran para
fisikawan menelusuri beragam keindahan dari berbagai motifnya.Batik merupakan
lukisan tentang alam dan dinamikanya. Berbeda dengan para pelukis naturalis
yang melukis alam persis seperti apa yang dilihatnya, namun para pecinta batik
melukis alam dari sisi yang lebih dalam. Pencipta batik mencari pola dasar
dari suatu fenomena yang dilihatnya. Kemudian dari pola dasar ini ditambah
dengan beberapa aturan sederhana untuk menjadikannya sebuah lukisan batik yang
sempurna. Dalam hal ini tentunya dibutuhkan sebuah kejeniusan melihat pola
dasar dan mencari aturan, persis layaknya pekerjaan seorang fisikawan.�� Mengupas tuntas mengenai fenomena ini, kehadiran
buku "Fisika Batik" hadir memberikan angin segar bagi perkembangan
motif batik. "Ini adalah sebuah kemampuan luar biasa dari para
leluhur kita. Batik yang diciptakan dengan peralatan sederhana itu mampu menerjemahkan
keindahan alam dalam logika-logika fisika. Dengan banyaknya motif batik yang
dimiliki Indonesia, dapat mengubah aturan dasar batik, maka akan tercipta
ribuan atau bahkan miliaran motif batik yang baru," kata fisikawan Prof
Yohanes Surya saat ditemui di FAB Cafe, Toko Buku Gramedia di Grand Indonesia,
Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2009). Tim peneliti dari Bandung Fe Institute,
Hokky Situngkir yang telah merampungkan buku "Fisika Batik" ini juga
turut menjelaskan, cara membaca pikiran para pembatik dilihat dari sudut
pandang fisika."Teori fisika fraktal, mekanika statistik ketika dipakai
untuk melihat batik keluarlah pola-pola yang unik dari batik, ada
keteraturan-keteraturan yang diikuti oleh batik. Artinya, di samping berbagai
filosofis ternyata ada aturan yang diikuti oleh pola-pola batik. Alasan inilah
yang bisa menjelaskan kenapa batik itu punya pakem, corak, warna, dan didapat
hanya melalui model-model fisika yang terbaru," paparnya.Lebih lanjut
Hokky memaparkan, para pembatik dapat semakin mengembangkan pola-pola dasar
batik agar lebih hebat."Kalau selama kita menggunakan model-model yang
klasik, geometri atau matematika klasik, maka kita hanya akan melihat batik
sebagai suatu ornamen saja. Tapi dengan adanya model fisika terbaru, kita bisa
lihat ada sesuatu di balik terjadinya motif parang, mega mendung, dan
lainnya,"� tambahnya.Masih menurut Hokky, dalam proses
pengerjaan buku "Fisika Batik", ia menggunakan teknologi komputer
untuk meniru cara berfikir batik sehingga dapat menggenerasi motif-motif batik
agar tampak lebih baru. "Bagi masyarakat awam, mungkin agak problematik
membaca buku ini. Saya berharap hadirnya buku ini bisa membangun pemahaman
bahwa desain batik itu tak terbatas. Pemahaman ini bisa memberikan nilai lebih
bagi kemajuan, kesejahteraan, karena orientasi pada pendidikan. Karena hanya
dengan teknologi seperti inilah sebetulnya bangsa ini akan menikmati nilai
lebih. Ternyata hubungan antara fisika dengan batik sangat mendasar, meskipun
dulu nenek moyang kita belum paham matematika," tutur Sri Sultan Hamengku
Buwono X yang hadir di acara tersebut.Batik yang menjadi budaya bangsa itu
memang harus dilestarikan. Karena itu, melalui buku Fisika Batik dapat membuat
pelestarian batik lebih baik dari sebelumnya."Kekayaan batik kita mencapai
hingga 1.543 macam, namun yang terdaftar dalam HAKI (Hak Atas Kekayaan
Intelektual) baru sekira 300 jenis. Melalui riset dan buku semacam ini saya berharap
agar pelestarian batik akan lebih baik melalui pengetahuan dan teknologi yang
kita kuasai," harapnya.Bahkan tak hanya upaya melestarikan budaya bangsa,
dengan kehadiran buku "Fisika Batik" ini diharapkan dapat menambah
intelektual bangsa, menggali kekayaan yang luar biasa, dan menciptakan berbagai
motif batik yang baru
No comments:
Post a Comment